SEBAGAIMANA diharamkan bagi seorang muslim itu berbicara dalam hal agama pada perkara yang dia tidak ketahui, maka seseorang juga diharamkan untuk menyembunyikan perkara agama yang dia ketahui, kerana hakikatnya wahyu itu adalah keterangan dan petunjuk yang telah Allah jadikan bermanfaat bagi manusia.
Allah SWT berfirman,
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk hidayat, sesudah Kami menerangkannya kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk. (159) Kecuali orang-orang yang bertaubat dan memperbaiki (amal buruk mereka) serta menerangkan (apa yang mereka sembunyikan); maka orang-orang itu, Aku terima taubat mereka dan Akulah Yang Maha Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani. (160) (Al-Baqarah: 159-160)
Kedua ayat di atas diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab dari para pendeta Yahudi dan rahib Nasrani, yang menyembunyikan sifat serta kerasulan Nabi Muhammad SAW yang ada dalam kitab-kitab suci mereka, tidak kiralah penyembunyian itu dengan cara penghapusan, merahsiakan, ataupun melalui penyelewengan mereka. Namun, lafaz ini adalah umum, maka ia mencakupi setiap orang yang melakukan penyembunyian wahyu agama Allah yang hukum secara asalnya hendaklah disebarluaskan.
Seorang alim ulama tidak boleh dalam apa jua keadaan pun menyembunyikan ilmu yang bermanfaat. Barangsiapa bertindak seperti itu, maka ia telah berbuat maksiat dan berdosa.
Berbeza pula jika ia bukanlah dengan niat untuk menyembunyikan ilmu, namun ketika itu terdapat orang yang bertugas menyampaikan perkara tersebut, penyampaian dan dakwah, maka ia akan dimaafkan dosanya. Kerana sesungguhnya menerangkan agama ini merupakan kewajiban fardhu kifayah.
Jika kewajiban ini telah dilaksanakan oleh sebahagian orang, maka sebahagian yang lainnya akan gugur kewajiban. Namun hal ini hanya boleh berlaku ketika jumlah para duat telah cukup, sebagaimana telah Allah jelaskan dengan firman-Nya,
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyuruh kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-Imran: 104).
Hukum menceritakan hakikat agama ini menjadi wajib atas seorang alim ulama jika ia ditanya oleh seseorang yang meminta petunjuk dalam satu perkara berkaitan Syariah yang sangat asas, iaitulah perkara yang tidak ada khilaf dan menjadi tunjang kepada Syariat ini.
Dalam kondisi ini, seorang alim ulama tidak diperbolehkan menyembunyikan ilmunya atau menyuruh orang itu bertanya kepada ulama yang lain. Hal itu supaya orang yang bertanya tadi tidak bimbang antara memilih yang ini atau yang itu, selama hal ini tidak di luar batas kemampuan ulama tersebut.
Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda,
“Barangsiapa yang ditanya tentang ilmunya, lalu ia menyembunyikannya, maka pada hari kiamat ia akan dikekang dengan kekangan api neraka.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Hal ini kerana yang menjadi hak bagi seorang yang bertanya kepada seorang alim adalah agar orang alim itu menjawab pertanyaan dan mengajarkannya. Seorang alim ulama diharamkan senyap dari memberikan keterangan akan ilmu agama sama ada melalui lisan ataupun tulisan.
Jika tutup mulutnya itu boleh menyebabkan berlaku kesamaran antara yang benar dan yang batil, bercampur-aduknya yang halal dengan yang haram, dan bercampurnanya yang makruf dengan yang mungkar, maka saat itu dia wajib memberikan keterangan untuk menghilangkan kekeliruan dan memperjelas yang benar. Karena kedudukan keterangan pada waktu adalah termasuk dalam perkara kesaksian (syahadah) yang haram untuk disembunyikan.
Allah berfirman,
“Janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.” (QS. al-Baqarah: 283)
Al-Quran juga telah memberikan kepada kita contoh tentang ulama bersikap buruk daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang berani menyembunyikan apa yang telah diwahyukan Allah, dengan tujuan untuk mencari kemuliaan dunia. Lalu Allah melaknat mereka supaya menjadi pelajaran bagi kita.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan (meminda atau mengubah) apa-apa keterangan Kitab Suci yang telah diturunkan oleh Allah dan membeli dengannya keuntungan dunia yang sedikit faedahnya, mereka itu tidak mengisi dalam perut mereka selain dari api Neraka dan Allah tidak akan berkata-kata kepada mereka pada hari kiamat dan Dia tidak membersihkan mereka (dari dosa) dan mereka pula akan beroleh azab seksa yang tidak terperi sakitnya. (174) Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan meninggalkan petunjuk (agama Allah) dan (membeli) azab seksa Neraka dengan meninggalkan keampunan Tuhan. Maka sungguh ajaib kesanggupan mereka menanggung seksa api Neraka itu.” (QS. Al-Baqarah: 174-175).
Sesungguhnya, dalam ancaman terhadap ahli kitab ini ianya juga adalah peringatan yang keras bagi orang-orang yang mengenakan jubah ulama yang duduk di sisi raja-raja yang fasik dan pemimpin-pemimpin yang zalim, dan mereka yang menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya.
Mereka adalah ulama yang menghalalkan demi kepentingan pemerintah dan raja tersebut sesuatu yang telah haram, menjauhkan dari tanggung jawab mereka dari tuntutan kewajiban, dan menyediakan fatwa-fatwa yang telah dipersiapkan bagi setiap maksiat atau kemungkaran yang pemerintah lakukan.
Ingatlah bahawa azab dan laknat Allah menanti bagi kelompok-kelompok seperti ini!
Syeikh Dr Yusuf Al-Qaradawi
Sumber: muis.org.my
www.indahnyaislam.my
—-—
Sumbangan ikhlas untuk dakwah Indahnya Islam:
MYDAKWAH RESOURCES
5628 3464 5315 (Maybank Islamik)