MUS’AB bin Umair ra adalah pemuda kaya keturunan Quraisy anak sematang wayangnya Khunas binti Malik, wanita yang sangat kaya. Begitu dimanjanya Mush’ab oleh ibunya sehingga ia bergelimang harta benda semasa mudanya.
Namun, saat mengenal Islam ia menjadi pemuda miskin karena ibunya mencabut segala kemewahan dari Mus’ab setelah ia masuk Islam. Meski miskin harta, setelah mengenal Rasulullah, ia kaya iman dan ilmu agama, sehingga ia menjadi anak muda yang berilmu.
Mus’ab menjadi pemuda yang berpengetahuan Agama Islam yang mumpuni, maka dari itu ia bersama beberapa sahabat lainnya ditunjuk Rasulullah SAW untuk berdakwah mengajar anak-anak Muslim berlajar Agama Islam di kota Madinah.
“Mus’ab menjadi duta pertama dakwah,” tulis Rohmat Kurnia dan Yani Yulianty dalam bukunya 64 Sahabat Teladan Utama.
Setelah mengetahui mendapat penunjukan langsung dari Rasulullah menjadi duta dakwah pertama, Mus’ab menyanggupinya. Ia bertekad akan mengajari agama Islam kepada orang tua dan anak muda di Madinah.
“Insya Allah saya akan melaksanakan dengan baik dakwah ini,” kata Mus’ab menyanggupi amanah.
Mus’ab bahagia jika ilmu dan pengetahuannya tentang Islam teramalkan dan bermanfaat untuk sesamanya. Di Madinah Mus’ab mengajarkan sholat kepada anak-anak, Mus’ab mendatangi rumah-rumah penduduk memberi pemahaman tentang Islam, orang-orang Madinah pun berkumpul bersama bersamanya untuk belajar Islam.
Kegiatan ini membuat, Ia lupa akan kemewahan yang pernah ia rasakan sebelum memeluk Islam. Khunas ibunya Mus’ab mencabut kemewahan dari Mus’ab setelah mengetahui anaknya itu meninggalkan agama nenek moyangnya.
Sebelumnya Khunas sangat memanjakan Mus’ab. Sehingga hidupnya sangat begelimang harta banda. Mus’ab selalu memakai baju dan sandal yang bagus dan mahal. Ia pun selalu diberi wewangian yang baunya sangat khas.
“Konon, bisa tercium dari jarak beberapa meter. Bahkan, meninggalkan bau di semua jalan yang dilewatinya,” tulis Aan Wulandari dalam bukunya Kisah Istimewa Asmaul Husna.
Mus’ab tak pernah mengalami kekurangan sampai dewasa. Hingga satu hari, sampailah risalah Islam ke telinganya. Mush’ab penasaran dengan ajaran yang dibawa Muhammad Al-Amin. Diam-diam, dia pergi ke rumah al-Arqom, mendengarkan Muhammad yang berdakwah secara sembunyi-sembunyi.
“Cahaya Islam menerangi hatinya. Namun, dia menyembunyikan keislamannya. Keluarganya, terutama sang Ibu pasti akan sangat menentangnya,” katanya.
Namun, pada akhirnya Usman bin Talhah mengetahuinya. Dia melihat Mus’ab pergi ke rumah al-Arqom juga memergoki Mus’ab sedang salat. Usman pun melaporkan kepada keluarga Mus’ah. Ibu Mush’ab marah besar, dia yang biasa memanjakan Mus’ab berubah menjadi sangat tega.
“Atas perintah sang Ibu, Mus’ab diasingkan, tidak diberi makan dan minum juga disiksa,” katanya.
Namun, ia tetap teguh memegang keimanannya. Akhirnya, Mus’ab berhasil meloloskan diri, dan ikut hijrah ke Habasyah. Mus’ab yang biasa bergelimang harta, menjadi miskin tiada tara.
“Jangankan wewangian, pakaian pun hanya seadanya,” katanya.
Ali Bin Abi Thalib berkata, “Suatu hari kami duduk bersama Rasulullah SAW di masjid. Muncullah Mus’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan ketika Rasulullah SAW melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu sebelum memeluk Islam dibandingkan dengan keadaannya sekarang.” (HR. Tirmidzi).
Kisah ini dikaitkan dengan Al-Qaabidh yang artinya Maha Mencabut dan Al-Baasith artinya Maha Meluaskan. Dalam surah Al-Baqarah ayat 245 yang artinya … Allah menahan dan melapangkan rezeki dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
Makna dari Al-Qaabid, dialah yang menyempitkan rezeki. Dan dia pula Al Baasith, yang melapangkan rezeki. Allah berikan semuanya kepada yang dikehendaki. Tak ada yang bisa menghindari.
“Hikmah kisah di atas semua kekayaan dari Allah. Harta kita yang sesungguhnya adalah yang dibelanjakan di jalan Allah,” katanya.- Republika.co
www.indahnyaislam.my
—-—
Sumbangan ikhlas untuk dakwah Indahnya Islam:
https://www.billplz.com/indahnyaislam
MYDAKWAH RESOURCES
5628 3464 5315 (Maybank Islamik)